Rabu, 12 Juni 2013

Hujan Lagi

net
Hari ini hujan kembali mengguyur kota, negeri ini sejenak dalam beberapa terakhir seperti berada dalam kegelapan. Mentari menghilang entah kemana, mungkin sedang bersembunyi di balik gunung sana. Entahlah.

Bila malamnya sangat gelap, dingin dan suara-suara katak "mengaji" menggema. Mereka itu kompak sekali mengirim doa akan datangnya hujan.

Beginilah negeriku sekarang, langit menangis disetiap waktu, jalanan basah kuyup, genangan air dimana-mana. Daunan pohon terkantuk-kantuk disepanjang jalan kota ini. Apa jantung negeriku sedang terluka? Entahlah. Aku hanya berharap seseorang datang dan menghentikan hujan ini untuk beberapa saat saja.



Selasa, 11 Juni 2013

Surat Terakhir Untuk Kekasihku

net
Salam Rindu ...

Duhai kekasihku, izinkan aku memanggilmu kekasihku, meskipun kita belum berkasih. Aku seperti hanya mengenalmu di setiap jalan hidupku, disetiap pandang terbuang, engkau disana
Saat lelah, engkau datang dengan senyuman sambil membawakan aku teh dalam cangkir keseriusanmu
Saat bahagia, engkau datang membawakan aku sajadah

"Ini harus di syukuri, Sayang"

Minggu, 02 Juni 2013

Ruang Jiwa Putroe Manggeng

* Bulan

Jika ku ibaratkan ada sebuah hati seperti bulan yang sedang bersinar terang dimalam mu, adakah engkau mempercayainya?

Aku tidak bermaksud untuk menjadi bulan di malammu.  Sebab, jika gemerlap dimalammu tak kunjung hilang, bulan hanya akan jadi bayangan semata yang samar-samar hilang cahaya. 


                                                  * Malam *

Biar senandung indah malam yang mengabarkan segala resah ini keharibaan hatimu, yang bahwasanya telah ku temukan perekat kepingan hati dalam harumnya kasihmu.

Awal Juni, Rantingku Tumbuh Empat

net
Kini aku berusia enam tahun, tepat dua bulan yang lalu dimana hari pertama aku melihat cinta, kasih sayang, semangat dan kebersamaan dari kelopak mata kecilku. Gejolak kelahiran itu terlahir dari jiwa-jiwa yang menolak tertindas, jiwa-jiwa yang merindukan keteduhan dan kedamaian. Lebih tepatnya aku dilahirkan saat-saat kehidupan sedang dalam musim kematian, gersang dan kemarau yang berkepanjangan. Dimana musim, silih berganti dalam hitungan kedipan mata. Dimana kehidupan malam berjalan tanpa sinar bulan dan kehidupan siangnya berjalan dalam kebutaan. Dimana senyuman adalah gua kegelapan yang dibungkus dengan indah dan tangisan adalah himne-himne perjuangan yang layak dialunkan diseluruh taman ini.

Sementara, disudut sana para musafir kehidupan terbungkuk-bungkuk, tertatih, menyampir beban diluar kemampuan bathin mereka. Dalam negeri taman ini, pada hari itu hanya diisi oleh kerangka-kerangka yang hidup, berjalan dengan dahaga, dengan panas yang membakar ubun-ubun. Mereka duduk diatas aturan-aturan yang mencekam, mencekik dan membunuh secara perlahan. Gejolak inilah dasar kelahiranku di tanah ini, oleh jiwa-jiwa yang tak menutup mata, jiwa-jiwa yang bersuara lembut.