Selasa, 26 Februari 2013

Heri Fuadi: Tukang becak yang juga pemandu wisata

Gemar menenteng kamus bahasa Inggris sejak SMA membuat ia bisa akrab dengan turis asing. Sembari berprofesi sebagai tukang becak, ia ikut menawarkan jasa menjadi pemandu wisata.
___________________________
BERKAUS hitam dan celana jins hijau lumut, lelaki itu duduk di salah satu kursi di sebuah kafe kawasan Ulee Lheue, Banda Aceh. Ia Heri Fuadi, salah satu tukang becak yang sering membawa turis ke lokasi wisata.
Ditemui The Atjeh Times pada Rabu pekan lalu, Heri menceritakan pengalamannya menjadi pemandu dan berkenalan dengan banyak turis.
Lelaki berambut cepak itu pertama kali kenal dengan turis saat menjadi resepsionis di sebuah hotel di Sabang. Delapan bulan bekerja di situ, ayah dua putri ini mulai mencoba berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara.

Segarnya air kelapa pengganti minuman isotonik alami

MANIS dan segar. Itulah yang Anda rasakan jika meminum air kelapa. Terutama kelapa yang masih muda. Air kelapa tak hanya menyegarkan kerongkongan saat sedang dilanda dahaga, tetapi juga memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh.

Kira-kira apa saja manfaat yang bisa didapatkan tubuh bila mengonsumsi air kelapa secara rutin? Ahli Media Gizi di Dinas Kesehatan Banda Aceh, Ely Silvani, kepada ATJEHPOSTcom pagi tadi mengatakan kandungan yang terdapat dalam air kelapa bisa membantu membunuh bakteri penyebab infeksi di salurah kemih.

Sebagai Hati yang Telah Terluka

Oh tidak untuk malam ini, Sayang
Biarkan aku merasakan cinta ini sendirian
Sebagai hati yang telah terluka
Biarkan

Biarkan angin meleraikan rambut-rambutku
Bermain diantara pipi-pipiku
Kita tidak untuk malam ini
Biarkan aku merasakan cinta ini sendiri
Sebagai hati yang telah terluka
Biarkan






Kajhu, Februari

Kumpulan Orang Gila (Kami)

Putroe Phang
Ini kumpulan orang-orang gila, orang-orang yang berbicara tentang kemerdekaan. Tidak pernah sedih walau terkadang sejuta persoalan menjerat masing-masing anggota. Namun ketika kami bersama, seolah luka tiada artinya. Kami tertawa, berbicara politik dengan seadanya, tentang kemerdekaan, tentang dunia pendidikan serta dunia kesehatan, selayaknya kami ini masih mahasiswa.

Namun satuhal, kami tidak pernah membicarakan tentang cinta. Tak pernah.
Ya, semacam cinta seorang demonstran siapalah yang bisa menyambutnya? mungkin.

Celaka ! Kegilaan Lagi

Celaka !
Kegilaan lama kambuh lagi
Datang lagi
Celaka !
Seperti mereka yang kecanduan pada barang yang sejenis pil itu

Ya ekctasi, pil halusinasi itu
Senikmat itulah

Malam (Hati yang Terluka)


net
Senyap. Bahkan dari sekedar jangkrik kecil yang berteriak disudut keheningan malam. Seperti  malam-malam sebelumnya, mereka berteriak, bernyanyi ria hingga tengah malam. Atau mungkin mereka telah kehilangan pita suaranya? entahlah. Malam ini betul-betul senyap, tanpa ritme lagu dan puisi-puisi cinta untuk penjaga hati yang entah dimana. Apa mungkin pita imajinasi ku juga hilang?


Malam ini aku seakan terkulum dalam lubang raksasa, dindingnya curam, aku tak bisa mendaki. Kedua kaki terjepit, tubuhku terhimpit. Aku sesak. Begitu cepat duka ini menyebar dalam sendi-sendiku, aku telah lumpuh dalam jiwaku sendiri. Aku menunggu lagi untuk waktu yang lama. Oya Tuhan, siapa yang gila?

Minggu, 24 Februari 2013

Tentang Kami dan Hujan

Ini tentang kami. Kami yang selalu bertemu didalam hujan. Sibiru, si abu-abu, sihitam, si merahtua dan sijantan tangguh atau kami menyebutnya Yah Manoek. Kisah ini berawal dari sebuah bengkel, akibat kesialan sibiru, simerah tua terpaksa mengeluarkan 17 lembar recehan sepuluh ribu pada tukang bengkel, kosonglah jadinya dompet. 

Tapi ini sungguh, sebenarnya bukan karena kesialan sibiru. Mungkin beginilah hidup, sakit dan sehat , miskin dan kaya hanya masalah waktu saja. Kali ini mungkin simerah sedang di uji, iapun tak ambil pusing. Sebab merajok pula nanti, bila menuduh orang lain sial.

Minggu, 10 Februari 2013

Tiga Tahun Setelah Kematian Mu



Ilustrasi
Tiga tahun aku hidup setelah kematian mu itu. Aku beranjak pelan meninggalkan semua kisah yang pernah kau lukiskan, menepikan sedikit demi sedikit puing-puing kasih itu ketepian. Aku hampir mati dalam kematian itu, menyisihkan jiwa dengan raga tidakkah hampir sama dengan mati?. Tapi aku harus melakukannya, sebab hidup harus berjalan bukan? Sekalipun aku telah tanpa mu. Lima tahun setelah kematianmu, aku layaknya seorang bayi yang memulai kehidupannya dari nol. Belajar merangkak, terjatuh dan bangun.

Tahukah engkau, belum sempurna aku berdiri. Hingga detik ini, setelah tiga tahun aku hidup dari kematianmu, masih ada saja yang membawamu kembali dalam ingatanku. Lima tahun yang lalu telah ku pastikan, telah menguburmu dalam. Dalam sekali. Dalam ingatan. Dalam hati. Di tempat yang paling dalam. Tapi ada saja  yang membuatnya mencuak ke permukaan. Terkadang. Hingga hati ini bergetar kembali, meronta lagi,  kenangan terkenang lagi.