Kamis, 17 September 2015

Hujan dan Liar


net

Hujan telah turun lagi sayang...

Tiba-tiba hati bergetar
Tiba-tiba teh ini hambar
Dan tiba-tiba... 
Ahg,,, aku tidak suka kau sebut pengumbar
Kau tahu,  karena mu aku jadi pendiam,karena mu aku jadi penyabar
Karena mu, rahim imajinasiku terpaksa mengandung rindu-rindu yang liar... 
dan akhirnya meretas puisi-puisi yang liar... 


Rabu, 16 September 2015

Di Muka Jendela

Secangkir teh dan sepotong puisi hati, mengawali pagi ku yang sedang ranum-ranumnya. Dua potong tahu goreng, semoga menjadi energi untuk bansa cacing dalam perut.

"Selamat pagi, ingin ku titip kasih pada hati yang ingin ku yakini, tapi hati terlanjur jauh pergi,,,  Selamat pagi, puisi pagi untuk rindu yang telah pergi,,, Meneguk secangkir teh, bersama setetes embun yang hampir mengembang,, benar saja kemudian ia mengembang... Clup...."

Disini aku bisa menikmati pagi, sepertipagi dipegunungan. Mula mula cahaya terbit dari bilik pegunungan ranum. Embun-embun mengembang, terkulum sirna.

Selasa, 15 September 2015

Tentang kita

Dalam sepenggal waktu yang sama, hujan ini membawaku pada kau yang katanya sedan meratapi kedinginan. Hujan ini, katamu, membuat lamunan semakin nikmat. Membuat rindukian membara, seperti api yang tersulut bensin. Kau menghirupkan asap dari sebatang rokok kemudian menghembusnya ke udara,hilang bersama hujan.
Ya, kemudian aku mencoba menciptakan dunia fikirku sendiri. Hujan ini terkadang menjadi apa saja, menundukan hati, menadahkan kepala. Ia menjadi apa saja yang kau inginkan. Tapi jujur saja,  aku tidak pernah meminta rindu ini bersarang, membuat ku sulit bernafas. Apakau pernah menghela rindu?