Sabtu, 19 Desember 2015

Kadang aku mencoba untuk bangkit,  mengajak hati untuk kembali tersenyum,  menerima setiap sunggingan senyum.  Aku mencoba untuk membuka diri,  melepas kalut yang menetpa hati dari sejak dulu.  Terkadang aku dengan baiknya, mengatakan aku mencintai merindui dan ingin memiliki dengan sepenuhnya.  Membawanya bersama kemana aku pergi, menjadikannya ada dalam setiap sudut hati.  Menajdikannya tempat kembali saat hati tak mampu membendungi rasa. Menjadikanya tempat bercurah resah dan tentang  kehidupan.  Menjadikannya tempat bersandar kala lelah.

Namun terkadang,  sesuatu seperti setan datang kembali mengusik,  mimpi mimpi yang sedang ku bangun,  tiang tiangnya goyah,  oleng, menggorogoti tiang tiang,  mimpiku goyah.

Setidaknya inilah,  adakah ? Atau ku meminta bisakah kau fahami aku sebagai perempuan  yang sedang  menata hat

Setidaknya inilah,  adakah ? Atau ku meminta bisakah kau fahami aku sebagai perempuan  yang sedang  menata hati untuk siap meraih mimpi,  betul betul mimpi yang menjadi nyata?

Ah sudahlah,  barangkali kamu tidak terlahir untuk mengerti perempuan  yang egois seperti aku.  Atau aku yang tidak cukup ruang untuk mengerti tentang keadaan.  Sudahlah,  barangkali akulah perempuan yang sedang dalam kesasatan,  maaf bukan tentang keyakinan.

Aku ingin seperti mereka dengan mudahnya mencintai tanpa perlu egois dan gengsi.

Sejenak,  di muka jendela lantai dua aku mematung,  memutar kembali ke memori silam. Disaat hati sedang bahagianya