Senin, 11 Juni 2012

Aduh


Ku takut tak sempat ataupun bisa nanti aku tak ingat. Makanya ku tulis cepat-cepat. Dimalam yang gelap dengan dingin diluar mengendap, tapi aku berkeringat. Ku nyalakan laptop untuk menerangi , hanya untuk aku meratap. Betapa ku berikan luang, pada ruang yang membuat ku pengap.  Ku katakan untuk kedua kalinya aku tersesat dalam senyum yang menyengat, dalam tatap yang sedap. Hatiku pun merapat-rapat.
Jantung berdetak cepat-cepat.
Ku temukan jawabannya bahwa mimpiku telah kiamat. Badai rupanya datang sebelum sempat puing-puing hati ku ikat. Sakit mendera jiwa hingga ke sekat-sekat, luka berdarah rupanya. Sungguh melarat. Meleleh, bersamudera. 
Ku umpakan hatimu bagaikan sebuah perahu yang hendak berangkat, rupanya aku tak bertempat.  “Selamat-selamat” bukan untuknya. Tapi untuk ku yang tersesat.  Selamat jalan perahuku, layar coklat itu hilang lamat-lamat. Aku ingat kata dia, kata seorang sahabat.  Ketika aku bertanya bagaimana aku melupakannya “bahwa jangan menulis tentang rasa tapi berkaryalah” oleh sebab itu cerita ini ku persingkat, sebab aku ingin berkarya.

0 komentar:

Posting Komentar