Poto.dara |
“kasadonyo habieh”
airmata menggelinding diantara kedua pipinya yang mulai keriput. Saat ia mulai
bangkit, rumahnya yang ia diami dilahap sijago merah. Hanya meninggalkan
sehelai baju yang melekat dibadan. ***
Anismadar 42 tahun begitu lihai dalam menggorengkan
pisang cakarnya, diambil beberapa yang telah diiris kemudian dicelupkan ke
dalam tepung dan berakhir pada minyak yang sedang panas dalam dua buah kuali.
Pembeli pun kian berdatangan, 5 ribu sampai 15 ribu rupiah siap di kantongi Kak
Anis, begitu panggilannya.
Subuh buta, sebelum azan
berkumandang ia telah berangkat bersama suami ke pasar untuk mencari pisang. “kalau
telat, hana meuteme sape/kalau telat, tak dapat apa-apa” ucapnya sambil
membenarkan letak kaca matanya. Dalam sehari-harinya, tak tentu ia mendapat
masukan. Kadang 5 ratus kadang sampai 1 juta mampu di kantonginya dari jam
14.00 hingga 10 malam.
Sedangkan untuk modal
awalnya hanya 8 ratus ribu. Pisgor Cakar Teladan begitu nama yang yang
terpampang di pamplet berwarna hitam dengan tulisan putih-putih. Tak ada yang
istimewa di sana, bangunannya sederhana berbentuk sebuah kios. Sedangkan tempat
penggorengannya hanya beri sekat seng dan papan. Tak ada yang unik dari warung
kak Anis, hanya berlantai tanah dan sebuah kursi panjang untuk pembeli yang
menunggu.
Namun ia tak hanya
menjual pisang cakar di Pisgor Cakar Teladannya, ada 4 jenis gorengan lagi yang
dijual Kak Anis seperti: tahu goreng, ubi goreng, bakwan dan risor goreng.
Namun diantara semuanya yang banyak diminati pengunjung adalah pisang cakar.
Tak ada resep yang andal
dari kak Anis, baginya resep yang dipakai hanya keiklasan bahwa setiap rezeki
Tuhan yang atur, jelas perempuan asal Aceh Selatan ini. Awalnya ia hanya
mengoreng pisang kipas biasa di rumah kemudian dititipnya di warung-warung.
Lambat laun ia ingin mencoba membuka dagangannya sendiri.
Setelah dua bulan tsunami
ia menyewa sebuah toko dengan uang sewa 200 ribu per bulan. Ia tak ragu,
meskipun jauh dari jalan raya. Dengan penuh percaya diri, ia membuka Pisgor
Cakar Teladannya sekitar 35 meter dari lampu merah Ketapang Lr Teladan II.
Untuk nama saat ditanya
ia hanya menjawab, itu nama pemberian kawan “kata kawan-kawan bagus itu”
ucapnya. Saban hari ia menghabiskan waktunya menggoreng pisang, meskipun tak
banyak yang didapatkan ia bersyukur mampu menyekolahkan ke empat anaknya dan
bangkit dari kekurangan.
“alhamdulillah, cukup
untuk anak-anak” tutur perempuan Taluk yang telah lama meninggalkan Aceh
selatan itu. Ia merantau sejak masih SD, ikut Mak Cik ke Aceh Besar. Dari sanalah
ia belajar berdagang, bahkan sebagai tukang cuci pakaian pun sempat ia dalami.
2 komentar:
bagusa adoe, ini kan yg untuk berita di kuliner kemarin. wah...
kalau begini terus caranya, bakal penuh selalu isi blognya. Irisinil lagi bukan copy paste.
hehehe, kan abang yang ajarin
Posting Komentar