Sabtu, 09 Juni 2012

Perempuan Taluk di Aceh Rayeuk


Poto.dara
“kasadonyo habieh” airmata menggelinding diantara kedua pipinya yang mulai keriput. Saat ia mulai bangkit, rumahnya yang ia diami dilahap sijago merah. Hanya meninggalkan sehelai baju yang melekat dibadan. ***
Anismadar  42 tahun begitu lihai dalam menggorengkan pisang cakarnya, diambil beberapa yang telah diiris kemudian dicelupkan ke dalam tepung dan berakhir pada minyak yang sedang panas dalam dua buah kuali. Pembeli pun kian berdatangan, 5 ribu sampai 15 ribu rupiah siap di kantongi Kak Anis, begitu panggilannya.
Subuh buta, sebelum azan berkumandang ia telah berangkat bersama suami ke pasar untuk mencari pisang. “kalau telat, hana meuteme sape/kalau telat, tak dapat apa-apa” ucapnya sambil membenarkan letak kaca matanya. Dalam sehari-harinya, tak tentu ia mendapat masukan. Kadang 5 ratus kadang sampai 1 juta mampu di kantonginya dari jam 14.00 hingga 10 malam.
Sedangkan untuk modal awalnya hanya 8 ratus ribu. Pisgor Cakar Teladan begitu nama yang yang terpampang di pamplet berwarna hitam dengan tulisan putih-putih. Tak ada yang istimewa di sana, bangunannya sederhana berbentuk sebuah kios. Sedangkan tempat penggorengannya hanya beri sekat seng dan papan. Tak ada yang unik dari warung kak Anis, hanya berlantai tanah dan sebuah kursi panjang untuk pembeli yang menunggu.
Namun ia tak hanya menjual pisang cakar di Pisgor Cakar Teladannya, ada 4 jenis gorengan lagi yang dijual Kak Anis seperti: tahu goreng, ubi goreng, bakwan dan risor goreng. Namun diantara semuanya yang banyak diminati pengunjung adalah pisang cakar.
Tak ada resep yang andal dari kak Anis, baginya resep yang dipakai hanya keiklasan bahwa setiap rezeki Tuhan yang atur, jelas perempuan asal Aceh Selatan ini. Awalnya ia hanya mengoreng pisang kipas biasa di rumah kemudian dititipnya di warung-warung. Lambat laun ia ingin mencoba membuka dagangannya sendiri.
Setelah dua bulan tsunami ia menyewa sebuah toko dengan uang sewa 200 ribu per bulan. Ia tak ragu, meskipun jauh dari jalan raya. Dengan penuh percaya diri, ia membuka Pisgor Cakar Teladannya sekitar 35 meter dari lampu merah Ketapang Lr Teladan II.
Untuk nama saat ditanya ia hanya menjawab, itu nama pemberian kawan “kata kawan-kawan bagus itu” ucapnya. Saban hari ia menghabiskan waktunya menggoreng pisang, meskipun tak banyak yang didapatkan ia bersyukur mampu menyekolahkan ke empat anaknya dan bangkit dari kekurangan.
“alhamdulillah, cukup untuk anak-anak” tutur perempuan Taluk yang telah lama meninggalkan Aceh selatan itu. Ia merantau sejak masih SD, ikut Mak Cik ke Aceh Besar. Dari sanalah ia belajar berdagang, bahkan sebagai tukang cuci pakaian pun sempat ia dalami.

2 komentar:

naratif.blogspot.com mengatakan...

bagusa adoe, ini kan yg untuk berita di kuliner kemarin. wah...
kalau begini terus caranya, bakal penuh selalu isi blognya. Irisinil lagi bukan copy paste.

Etty Rismanita mengatakan...

hehehe, kan abang yang ajarin

Posting Komentar