Kamis, 21 April 2011

Perempuan beruang kosong

Oleh : Etty Rismanita

Mungkin di mata kalian aku adalah wanita yang paling bahagia, sekilas sempurna. Dapat terlihat dari mata ku. Tiap hari aku tertawa lepas dengan teman-teman di kantin, dalam ruang kelas, di parkiran saat menunggu dosen mengajar bahkan di sekret lensa. Mendengar keluh kesah kawan, nge gosip. Tersenyum selalu.

Namun cobalah terowong dengan mata hati kalian sejenak, sungguh akan kalian temukan rona mataku yang kian redup. Dan bilik hatiku yang berdarah karena luka. Bathin ku tersiksa ! menjerit, di saat aku terpaksa menguak rahang demi menghasilkan sebuah senyum manis yang bersahaja untuk ku lemparkan di hadapan wajah ceria sahabat-sahabat ku.

Telah ku tanya cicak di dinding yang sering menguping bisikan-bisikan kecil ku, ia hanya mengercik lalu pergi. Lelah ku dalam mencari jawaban dari setiap pertannyaan yang terlontar tanpa sengaja ini. Tiap malam kerinduan memuncak, meraung-raung mencari tuan untuk di singgahinya, ringan melayang-layang tapi berat menggantung di jantung. Bagaimana aku tidak bingung. Sedangkan aku semdiri dalam ruang yang kosong. Berteman cecak serta desiran-desiran angin malam yang menyusup lewat tirai kamar. Sering aku melarikan diri dari rumah, mencari kesenangan di luar ngumpul bersama teman-teman. Aku takut hanyut dalam kesendirian dan keputusasaan yang membawaku pada hal-hal yang senonoh. Tapi mengasingkan diri bukan jalan yang tepat. Bahwa setiap luka harus di sembuhkan bukan di sembunyikan.

 Dalam kesendirian sepi sudah pasti menjamah ku. Terkadang tanpa sadar aku telah di basahi air mata. Radio rongsokan sering menjadi korban hingga tengah malam berkoar-koar untuk mengusik keheningan dan kehampaan yang tiada tara ini. Berusaha melerai perasaan dan airmata agar tidak menyatu.

Jiwa ku meronta. Tapi dia tidak sakit. Sungguh! Jika sakit mungkin aku tidak disini sekarang dan bercerita dengan kalian. Minum bersama di kantin kampus tempat sering kita nongkrong. Tapi aku mendengar jeritannya. Semakin hari semakin keras bahkan aku tidak bisa tidur malam kini. Kadang mengalun lembut, berbait-bait syahdu menjadi lirik puisi, mengiris hati. Pelan hilang ketika mata terkatup jua. Sedih. Mungkinkah bathinku minta di lepaskan dari raga ku.

Ku tatap langit biru nan melambung jauh itu, kabut-kabut putih terarah dan bebas membentuk diri, membentuk kuda, kepala kelinci dan banyak lagi rangkain kabut itu yang tidak dapat ku maknai. Pandangan ku menembus angkasa mencari sesuatu di sana, berharap ada jawaban dari setiap kegelisahan yang kerap menderap ayunan langkah ku.

Sesungguhnya ada satu ruang yang kosong. Ruang itu lah yang meronta. Aku berlari, menyusuri pantai, masuk rimba mencari sesuatu yang bisa ku berikan pada hatiku .Tapi berbagai hujatan menghujam ku bagai hujan bersama badai menerpa bumi tanpa di beri kesempatan untuk melawan. Tapi aku manusia, bukan bumi yang tidak bisa melawan. Seenaknya di ludahi, retak karena pijak. Aku juga patut merengkuh satu kesempatan untuk membela diri mengucapkan sepatah kata bahwa ini bukan keinginan ku.

Bantu aku mendengar kan isi hati ku, bukan menghujatnya, bantu aku dalam melunak kan bathinku bukan mencelanya. Aku mencari pemuas hati. Apa yang bisa ku lakukan jika aku telah singgah di satu hati tapi belum temui ruang yang tepat untuk menetap. Mengertilah. Apa yang kalian lakukan jika di posisi ku?.

 Tuhan, aku bukan seperti yang mereka kira. Aku bukan maling janji yang suka membobol. Aku hanya seorang perempuan padang pasir yang kini tengah terseok-seok dalam mensibak karat di atas hati.

Banda Aceh, 14 April 2011

1 komentar:

naratif.blogspot.com mengatakan...

doe, tampilannya diganti yang lebih simple. ntar abg ajarin ya.
Tulisannya dah bagus, tapi tanda abaca diperhatikan lagi

Posting Komentar