Minggu, 07 April 2013

Musim Gelisah

Dok.Pribadi
Teruntuk Kelana yang selalu terindu. Sesosok jelmaan yang tanpa jemu, menemani dan memberi warna pada lembaran hati yang kian sendu.Tapi kata hanyalah sebatas kata, entah bila masanya semua kata itu terwujud dalam sebuah pembuktian. 

Dan pada kenyataan kini aku memang hidup dengan jelmaan dalam berbagai keadaan aku menerimanya dengan ikhlas. Tapi penantian itu ada jua batas dan tepinya, duhai pemilik jiwa. Seperti dalam hidup ini, kita menanti sekali untuk mati, juga akan menanti sekali untuk cinta.

Entahlah Kelana, biarlah kata itu jadi kata untuk waktu yang tak terhingga. Sebab aku tak bisa dan tak mudah jua dengan yang lain. Tiada yang lebih darimu, begitu pula tak ada yang kurang dari yang lain. Hanya hati yang tau inginnya. 

Kelana, sudah sekian waktu berlalu penuh dengan dentingan rindu dari ranah pelukanku. Pada detik ini, entah angin mana yang membawakan satu tanya dalam hati, satu rindu yang sedikit menggoresnya. Entahlah, pada siapa jua akan ku tuntut, jika semua curiga dan tanya betul adanya? aku terasing dari sisimu, begitu juga sebaliknya.


Gelisah inilah yang menyeret aku kembali ke lautan biru, bergelut dengan butir-butir pasir yang pasti. Namun, gelisah itu telah menjadi pembatas antara aku dengan beberapa sejawat yang sedang berbahagia. Aku seperti berada di garis paling tepi, Kelana. Sedangkan mereka disebelahnya dengan sejumlah kebahagian yang terpancar dari rona-rona coklat dan hitam.
Dok. Pribadi

Di ujung gelombang yang menjulur, setengah kakiku terbenam dalam pasir, sesekali ombak datang menjilatnya.  Pandangku melayang, ku ujung langit yang melengkung disana. Hamparan yang indah, riak gelombang saling menubruk diri. Hingga biru menjadi kekuningan, riakpun berganti warna. Aku mencari sesuatu, sesuatu yang tidak ku ketahui tapi tampaknya sangat menyita. Menyita tidurku, menyita kesenanganku. Tidakkah ini pemikiran yang berat, Kelana?

Kelanaku. Tak ada satuhal pun yang ku simpan, selain rindu yang menggudang, aku yang selalu di temani jelmaan kadang tak kuasa menahan, namun semua itu telah menjadi pintaku untuk jadi harapan. Kelak. Huf, beberapa kali aku menarik nafas kuat-kuat kemudian menghembuskannya dengan kuat pula. Aku berharap sesuatu itu terhembus, pergi seperti udara-udara yang terhembus.

Dok. Pribadi
Kelanaku, Tuhan telah menciptakan laut dengan gelombang, riak dan airnya yang mendamaikan. Setiap akhir pekan, sekawanan manusia datang bertubi-tubi untuk melepas penat, lara, ke laut ini. 

Laut ini seperti sebuah bola mata yang dulunya pernah ku miliki dengan begitu dekat, Kelana. Biru, jernih dan penuh cinta. Sosok gadis mana yang tak teringat manisnya impian? jika dapat bertandang disana, di bolamata itu.  

Selain dari rindu dan gelisah yang sedang menggantung dalam diri. Dalam gelombang sana, aku melihat ada cinta lagi yang baru terlahir. Dari sekawanan sejawatku yang datang memberi, mengikat, mempererat cinta dengan sesama, sebab beberapa bulan terakhir tenaga mereka begitu terkuras oleh sekelumit pekerjaan.

Aku menatapnya dari tepi, mereka yang didalam gelombang itu, seperti anak-anak kecil yang sedang main tanah dengan kawan seumurnya. 

Ada rasa ragu terpancar jelas diraut wajahnya, namun entah untuk pilihan apa. Ada juga yang menggebu-gebu bahkan setelah sekali tenggelam masih berani juga untuk mencoba kedua kalinya, dan terkadang diantara mereka ada jua yang pendiam namun tak sedikit yang tertawa, seperti baru mendapatkan bahagia atau memang mereka selalu bahagia.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Dok. Pribadi


Biar soal rasa dan hati mereka saja yang merapikannya, sebab mereka adalah orang -orang yang dewasa. Memilih cinta, atau persahabatan, memilih berjuang atau diam. Memilih menjemput atau menunggu kepastian. Yaang terpenting jangan lupa untuk tersenyum sekalipun dari hati yang gelisah dan terluka. Kelana ku.
Yang penting kiss





0 komentar:

Posting Komentar