Net |
Aku punya sesuatu barang di kamar.
Aku meletakkanya di paling sudut. Ia barang lama, dulu ia sangat membantuku
dalam membuat tugas, tugas yang memang bisa dilakukannya. Terkadang dalam
menyelesaikan tugas itu, kami bergadang hingga tengah malam. Ia kapanpun aku
butuhkan ada, malah aku yang minta ampun. Malas. Ketika berhadapan dengannya.
Tapi satu hal, ia juga tidak pernah memaksaku.
Ia hanya siap saja. Dengan dia juga aku belajar, bagaimana memegangnya,
memainkannya dan beberapa hal lainnya.
Cukup membantuku.
Namun, yang namanya barang lama. Ia
juga di makan usia dan waktu. Ia sering sakit. Sudah beberapa kali aku
membawanya ke rumah sakit. Entah apa penyakitnya, yang jelas bukan penyakit
menular, bukan penyakit infeksi. Tapi sedikit cenderung ke penyakit
degenerative. Sejenis stroke, hipertensi, diabetes meletus dan lain-lainnya.
Namun barang aku itu, tak separah itu. ia masih bisa disembuhkan, dengan satu
dua operasi. Tapi karena masalah umur, penyakitnya juga sering kambuh.
Ia kini terabaikan disudut kamar itu.
Aku tak lagi memegangnya, atau memainkannya juga mengajaknya menyelesaikan
tugas. Ia sedang sakit, bahkan mata tak sanggup membuka. Sebagai seorang yang dekat dengannya, aku
sering merawatnya. Mengusir rayap dan mengusir sarang laba-laba. Bagaimana pun
juga meskipun barang lama yang sudah tua, ia telah banyak membantuku dulu.
Sebenarnya meskipun sudah tua dan
lama, aku ingin membawa dia kerumah sakit untuk melakukan operasi lagi. Namun
karena beberapa hal, termasuk tak punya uang. Niat itu urung. Lagipula, aku
sudah punya barang baru, yang siap menemaniku seperti dia menemaniku dulu.
Karena yang baru ini berasal dari zaman modern, maka gayanya pun sedikit
modern. Sangat jauh berbeda dengan barang ku yang lama dan tua itu. Yang baru ini, bisa ku ajak kemana ku suka. Ia tak pernah mengeluh. Merasa lelah, atau tak kuat lagi. Tidak. Tidak pernah.
Harus ku apakan barang yang lama dan
sedang sakit itu? ku buang atau ku berikan pada orang-orang yang
membutuhkannya? Ah tak mungkin ! tak rela mataku melihat tubuhnya di sentuh
orang. Tak rela, bekas-bekas jemariku di tubuhnya tertimbun oleh jemari-jemari
lain.
Dan kalau pun aku membawanya ke rumah
sakit, lalu ia sembuh. Aku tetap tak bisa menyentuhnya, barang baru akan sedih.
Sedangkan aku tak mau ia sedih, aku telah berjanji tak akan menyentuh yang lain
selama ia masih setia. Lagipula aku
mendapatkanya dulu dengan susah payah.
Tapi dalam hati ada satu ketakutan.
Bila barang lama, ku biarkan pergi bersama orang lain. Aku takut. Ketika barang
baru itu juga jatuh sakit, dan tak tersembuhkan. Kemudian sembuh tapi ada yang
hilang semisal cacat. Ataupun ia mati total.
Bukankah sakit, sehat dan demikian itu datang tak terduga? Kelak, siapa
yang bisa menemaniku?. Saat aku butuh, tak mungkinlah aku menyewa dari luar.
Lalu, barang lama yang tua itu tetap
ku simpan di kamarku. Tapi, itu akan menyempitkan kamar. Sebab kamar cukup
kecil, sebagiannya telah terisi oleh satu buah ranjang tidur, satu lemari baju
dan satu lagi meja belajar. Itu sudah penuh. Selain itu aku harus mengawasinya
dari rayap dan laba-laba yang begitu cinta padanya. Aku harus merawat dan
menjaganya. Supaya tak lapuk disudut sana. Sedangkan aku tak banyak waktu untuk
itu.
Kamar. Kamar aku hanya butuh untuk malam
saja, itupun hanya beberapa jam. Karena siangnya aku berkelana mencari sesuap
nasi. Pulang, kala tubuh dilumuti peluh. Aku lansung berpejam. Lalu pagi-paginya,
aku harus berlomba dengan matahari. Sedetik saja aku telat, maka satu piring
nasi hilang di patuk ayam. Begitulah seterusnya. Bagaimana aku bisa
memperhatikan ia, mengusir rayap ditubuhnya sedangkan aku penuh dengan
rayap-rayap itu?. Tapi selama ini, ia termasuk beruntung berada dikamar ku.
Karena selain aku, tak ada seorang pun yang berani atau yang pernah masuk ke
kamar. Terlalu banyak rahasia disana, bukankah isi kamar hanya cukup berdua
yang tahu?. Aku bingung.
0 komentar:
Posting Komentar