Etty N Nova |
MALAM ini
mungkin sebagian mereka telah tertidur, merangkai mimpi-mimpinya dengan ranum.
Setelah diguyur hujan sehari penuh tadi siang, menciptakan nuansa dingin bukan
kepalang. Tentu ini bagus untuk bermimpi-mimpi. Namun aku menyempatkan diri
duduk di depan tivi, selain dari kebiasaanku yang tak bisa cepat lelap, juga
bersebab besoknya minggu. Aku tak perlu cepat bangun berkejaran dengan
matahari, selain libur dari kampus juga libur kerja. Segera aku mengambil remot
dan memilih chanel kesekuaan ku.
Diluar sana,
helaan-helaan angin mengajak daun bergoyang kian mengeluarkan suara. Sedikit
riuh namun lima tusuk sate dan secangkir
teh setengah dingin menjadikan aku melupakan suara-suara kecil itu. Tiba-tiba handphone ku berbunyi, hanya nada sms.
Aku menahan diri untuk tak melihat, membaca. Aku takut. Takut dari bos
dikantor, sebab aku tak datang rapat.
Kata-kata itu pasti mengiris-ngiris lidahku. Aku bergetar. Layaknya
hape. Ah sebaiknya tak ku baca saja. Mungkin sampai besok pagi. Sebaiknya ku
matikan saja hape itu, biar tak disusul dengan nada panggilan.
Aku meraih
hapenya, aku melihat layarnya yang kemerahan, tapi bukan nama bos, nama lain.
Nama seorang sahabatku dari negeri rimba sana. Perasaanku lega, getar-getar
tubuhku pelan mereda. Berganti senyum. “ Jangan lupa datang ya, pertengahan
februari” tulis dilayar kaca dari sebelah sana. Kabar bahagia bertamu rupanya.
Aku merebahkan
diri pada sofa di depan tivi, entah siaran apa. Tapi aku melihat temanku disana
sedang dipelaminan. Selamat menempuh hidup baru sahabatku. Seorang sahabat dari
3 sekawan yang telah gugur dari kelajangannya.
Aku disini turut berbahagia, meskipun aku tak bisa menghadirinya. Ah ada
beberapa hal yang terkadang tak bisa ku jelaskan. Beberapa hal yang
menjadikannya pemisah diantara kita. Mungkin tubuhku tak bisa disana, diantara
bahagiamu. Namun doaku selalu hadir mengisi tawa, bahagia sekaligus sedihmu.
Mungkin ini
tidak sesuai dengan perjanjian kita bertiga, janji ketika masih di bangku
sekolah dulu. Kelak kita akan menikah diwaktu yang berbeda, supaya kita saling
menghadiri satu sama lain. Dan saat itu, kau dan aku yakin. Yang menikah
pertama itu bukan kau, tapi kawan kita
yang satu lagi. Musabab dia lebih aktif dari kita, sebut saja dalam hal asmara.
Kita ketinggalan jauh darinya. namun hari ini kawan, yang kita fikir terakhir,
malah dia yang pertama melakukannya. Ini sebuah keberanian kawan. Kau mencintai
cara yang berbeda dari kami. Tempo dulu, bahkan kau mencintai orang
menyakitimu. Sedangkan kami, malah mengabaikan orang yang menyayangi. Ah itulah
secuil masa lalu kita.
Selagi lagi
selamat kawan. Selamat menempuh hidup baru. Malam kian larut tanpa terasa
mataku pun didera kantuk.Tivi terus saja menyala, entah siaran apa. Mataku telah kabur.
0 komentar:
Posting Komentar