Senin, 07 Januari 2013

Saat di Depan Tivi



Etty N Nova

MALAM ini mungkin sebagian mereka telah tertidur, merangkai mimpi-mimpinya dengan ranum. Setelah diguyur hujan sehari penuh tadi siang, menciptakan nuansa dingin bukan kepalang. Tentu ini bagus untuk bermimpi-mimpi. Namun aku menyempatkan diri duduk di depan tivi, selain dari kebiasaanku yang tak bisa cepat lelap, juga bersebab besoknya minggu. Aku tak perlu cepat bangun berkejaran dengan matahari, selain libur dari kampus juga libur kerja. Segera aku mengambil remot dan memilih chanel kesekuaan ku. 
Diluar sana, helaan-helaan angin mengajak daun bergoyang kian mengeluarkan suara. Sedikit riuh  namun lima tusuk sate dan secangkir teh setengah dingin menjadikan aku melupakan suara-suara kecil itu. Tiba-tiba handphone ku berbunyi, hanya nada sms. Aku menahan diri untuk tak melihat, membaca. Aku takut. Takut dari bos dikantor, sebab aku tak datang rapat.  Kata-kata itu pasti mengiris-ngiris lidahku. Aku bergetar. Layaknya hape. Ah sebaiknya tak ku baca saja. Mungkin sampai besok pagi. Sebaiknya ku matikan saja hape itu, biar tak disusul dengan nada panggilan. 

Aku meraih hapenya, aku melihat layarnya yang kemerahan, tapi bukan nama bos, nama lain. Nama seorang sahabatku dari negeri rimba sana. Perasaanku lega, getar-getar tubuhku pelan mereda. Berganti senyum. “ Jangan lupa datang ya, pertengahan februari” tulis dilayar kaca dari sebelah sana. Kabar bahagia bertamu rupanya.

Aku merebahkan diri pada sofa di depan tivi, entah siaran apa. Tapi aku melihat temanku disana sedang dipelaminan. Selamat menempuh hidup baru sahabatku. Seorang sahabat dari 3 sekawan yang telah gugur dari kelajangannya.  Aku disini turut berbahagia, meskipun aku tak bisa menghadirinya. Ah ada beberapa hal yang terkadang tak bisa ku jelaskan. Beberapa hal yang menjadikannya pemisah diantara kita. Mungkin tubuhku tak bisa disana, diantara bahagiamu. Namun doaku selalu hadir mengisi tawa, bahagia sekaligus sedihmu.

Mungkin ini tidak sesuai dengan perjanjian kita bertiga, janji ketika masih di bangku sekolah dulu. Kelak kita akan menikah diwaktu yang berbeda, supaya kita saling menghadiri satu sama lain. Dan saat itu, kau dan aku yakin. Yang menikah pertama itu bukan kau, tapi kawan  kita yang satu lagi. Musabab dia lebih aktif dari kita, sebut saja dalam hal asmara. Kita ketinggalan jauh darinya. namun hari ini kawan, yang kita fikir terakhir, malah dia yang pertama melakukannya. Ini sebuah keberanian kawan. Kau mencintai cara yang berbeda dari kami. Tempo dulu, bahkan kau mencintai orang menyakitimu. Sedangkan kami, malah mengabaikan orang yang menyayangi. Ah itulah secuil masa lalu kita.

Selagi lagi selamat kawan. Selamat menempuh hidup baru. Malam kian larut tanpa terasa mataku pun didera kantuk.Tivi terus saja menyala, entah siaran apa. Mataku telah kabur.

0 komentar:

Posting Komentar