Minggu, 24 November 2013

Kerinduan Jiwa


Sejauh mata memandang kearah lautan biru, sebatas itulah fikiranku berkeliaran tak tertuju. Laut lepas nan dalam, dari kejauhan nampak damai nan tenang.  

Tiba-tiba aku merindukan hal seperti itu, tanpa peduli mungkin saja sesuatu yang menghanyutkan bersembunyi dibawah sana. Jiwaku seperti meronta, memanggil kedamaian agar mendekat kedalam peluk. Dekat dan sedekat-dekatnya.

Ah, aku tertunduk, menyembunyikan wajah malu dalam pangkuan. Kepala ku tempelkan pada dua lutut. Untuk mempereratnya, ku rapatkan dengan kedua tanganku. 

Manalah mungkin keinginan ini akan bersambut sekalipun laut mendengar ronta jiwa. Mana mungkin ia akan meminjamkan kedamaiannya untukku. Semua orang mencari kedamaian, bahkan setelah pesta darah tetap menanti perdamaian.

Apalagi jiwa ini, yang hanya tersusun oleh puing-puing pengharapan dan kerinduan. Aku mengajak asa ku kembali, yang sedari tadi mengambang diatas lautan dan menggantung dibawah awan, kembali ke tempat yang sebenarnya. Disini, dalam kerangka yang sedang menyembunyikan wajah malu, yang membenamkan kakinya kedalam pasir. Kembalilah. Kembali. Dan terima apa yang telah ada, bukankah sejak kemarin kita telah ditemani oleh perasaan ini?

Aku menarik kembali kepala dari tundukan, menarik nafas panjang, sebuah nafas kekuatan untuk menata kehidupan, lalu menghembusnya dengan desahan panjang, segala kegundahan berharap terbang tinggi. Ombak menubruk karang, memercikkan sisa-sisa air pada wajahku. Membuatku harus menghentikan lamunan ini. Berbulir buih ketepian meninggalkan sisa sebagian kembali kedalam lautan dan berbaur dengan buih baru. Begitu seterusnya. Berulang. Ulang. Disana, sebuah kekuatan dan keteguhan juga terpancar dari karang-karang yang terperangkap dalam lautan.Sisi-sisinya tak lagi rapi, berlobang dikanan dan kiri. Beberapa terlihat masih tinggi, beberapa diantaranya telah terbenam.

Adakah aku diantara karang-karang itu yang sedang digambarkan alam? aku terdampar disini, dihidup yang baru saja ku mulai, tapi aku merasa jatuh. Jatuh yang sangat sakit tanpa ku tahu apa aku ada di puncak. Kehilangan tanpa ku tahu apa yang telah menjadi milikku. Kadang aku tenggelam, kadang jua aku muncul. Terkadang sesuatu yang ku impikan datang dengan jelas dan di lain hari berubah menjadi sketsa yang menakutkan, dan selamanya menjadi mimpi buruk.

Ah, aku tak bisa lepas dari lamunan ini. Semua itu menumpuk di ruang fikirku. Berat. Sangat berat. Kemana ku cari senyum, bahagia dan hal-hal indah seperti dulu yang sejenak pernah ada. "pernah ada" kini aku terjebak dengan ingatan itu. Fikirku kembali mengulang ke catatan-catatan tahunan silam. Aku muncul lagi. Lara.

Angin berhembus mengitari alam, bermain dengan ujung-ujung selendang dan menyelip-nyelip diselakangan pohon-pohon. Tak terasa, diujung sana senja telah mengapung. Aku beranjak dari tepian pantai, tanpa menoleh lagi pada kedamaian dan ketenangan laut. Aku harus mencarinya sendiri. Harus.

2 komentar:

Alfons mengatakan...

Hanya Dialah yang dapat mengobati kerinduan Jiwa; Semakin membara kerinduan, semakin dekat Sang Kekasih Jiwa; Dia tak jauh, Dia bukan di luar sana, Dia ada di dalam sini, di hati Kita.... Berhentilah sejenak dalam kesepian, hadirlah dalam keheningan bersama sang Kekasih Jiwa; Berbicarala tanpa kata... Selamat berjumpa dengan Kekasih Jiwa di relung hati.....

Etty Rismanita mengatakan...

Luar biasa.... :)

Posting Komentar