Kamis, 27 November 2014

Hujan Akhir November

net
Ditemani secangkir teh, pagi itu aku duduk diteras rumah. Kebiasaan yang sudah lama tidak ku lakukan. Maklum sebagai buruh disebuah perusahaan, aku harus bangun pagi-pagi, pergi pagi dan kembali saat matahari hampir tenggelam. Begitulah kebiasaan yang kini ku geluti. 

Agh sudahlah, cerita sulit hari ini akan menjadi indah saat aku tua nanti. Seperti cerita masa kecil yang menjadi lucu saat ku kenangi kini. 

Mataku jauh memandang ke atas langit, mendung menggantung berat, hujan sepertinya akan turun lebat. Mataku menyusuri hamparan langit hingga mengarah langit kota, letak rumah yang tidak jauh dari kota memudahkan ku untuk melihat tanda hujan disana. Sepertinya sudah hujan di kotaku, sebab langit begitu hitam, awan berterbangan ke arah sana. 

Angin sayup-sayup terdengar dari selangkangan pohon, daun-daun melambai mengikuti arah angin. Mereka seperti bersukaria, mungkin berharap hujan di akhir November ini menjadi penutup musim hujan di kota kecil ini. Atau mungkin juga karena mereka tak bisa menolak ajakan angin, atau mengikuti goresan takdir. Nasib si daun dan pohon dari dulu begitu. Beruntunglah bagi daun muda, bagi daun tua terlepas sejauh angin mencampakannya. 

Jika Anda memiliki keinginan untuk melihat matahari pagi ini di kotaku, mungkin suatu yang mustahil.  Namun rencana Tuhan tiada yang mampu menebak juga, kita sebagai pelakon akan tetap mengikuti kisah hidup walau mendung dan turun hujan.

Tegukan kedua teh begitu nikmat, sedikit melegakan rasa sakit ditubuhku akibat penyakit yang aku alami, walau sebetulnya teh tidak berpengaruh. Dua hari yang lalu, dokter bilang hanya bermasalah dengan tulang. Ia menyarankan agar aku tidak cemas, tapi rasa sakit itu begitu mengganggu. Obat hanya untuk menghilangkan rasa sakit, sementara untuk kesembuhan aku harus pintar-pintar mengatur gaya makan. Akhir ini berat badan juga turun, entahlah. Semakin banyak obat, penyakit kian merajela di jagat ini.

Angin kian kencang berhembus, awan kian berlari ke arah kota. Semua mengikuti goresan takdirnya masing-masing.

Dan ini takdirku. Aku baru saja melepasnya pergi. Sebetulnya bukan melepaskan, tapi mencoba memberi dia peluang untuk mengikuti kata hatinya, mencari apa yang ingin dia cari. 

Aku bisa apa? mungkin aku bisa merantai tubuhnya, tapi tidak dengan hatinya. Aku sudah menepati janjiku, menemaninya semampuku. Inilah saatnya. Cerita yang ditorehnya, akan mengisi sebagian diari hati. Kadang aku menjadi pencemburu berat, kadang aku seperti anak-anak, kadang aku  seperti seorang ibu yang sedang menasehati anaknya. Inilah cinta yang ku miliki.

Berdamai dengan kegemuruhan hati, membuang simpanan bara yang selama ini ku dekap dengan penuh keteguhan dan pendirian. Biarkan hati patah untuk sementara, waktu akan menyembuhkan luka. Musim akan menciptakan cerita baru. Karena cinta bukan sebuah mainan dan persinggahan hati.

Cuap-cuap musik dari sebuah handphone tak terdengar lagi, hujan membuyarkan lamunan, membisik manja diatap rumah. Nyanyiannya mengantar tubuh untuk menubruk kasur. Tegukan teh terakhir untuk kehidupan hati yang baru.


0 komentar:

Posting Komentar