Gemar menenteng kamus bahasa Inggris
sejak SMA membuat ia bisa akrab dengan turis asing. Sembari berprofesi sebagai
tukang becak, ia ikut menawarkan jasa menjadi pemandu wisata.
___________________________
BERKAUS hitam dan celana jins hijau
lumut, lelaki itu duduk di salah satu kursi di sebuah kafe kawasan Ulee Lheue,
Banda Aceh. Ia Heri Fuadi, salah satu tukang becak yang sering membawa turis ke
lokasi wisata.
Ditemui The Atjeh Times pada
Rabu pekan lalu, Heri menceritakan pengalamannya menjadi pemandu dan berkenalan
dengan banyak turis.
Lelaki berambut cepak itu pertama
kali kenal dengan turis saat menjadi resepsionis di sebuah hotel di Sabang.
Delapan bulan bekerja di situ, ayah dua putri ini mulai mencoba berkomunikasi
dengan wisatawan mancanegara.
Setelah itu Heri pindah kerja ke Dive
Resort Sabang. Pria kelahiran 1977 ini kembali bergelut dengan turis-turis
asing.
Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004
menghantam Dive Resort Sabang. Heri selamat kendati harus kehilangan
pekerjaan akibat pusat diving itu musnah disapu gelombang.
Pada 2005, ia ke Banda Aceh menjadi
relawan. Saat itu Heri berkenalan dengan beberapa relawan Rusia yang bekerja di
United Nations World Food Programe (UNWFP) Banda Aceh. Ini lembaga yang
menyediakan bantuan untuk korban tsunami Aceh.
Saat itu, Heri juga sering
mendampingi dan memandu relawan Rusia itu. Kadangkala ia mengantar makanan dan
mencari penginapan untuk mereka.
Setelah itu, kata Heri, salah satu
bule Rusia itu menyarankannya bekerja di UNWFP Banda Aceh. Heri pun mengirimkan
lamaran dan diterima. Ia bekerja di UNWFP Banda Aceh selama empat tahun sebagai
petugas keamanan. Kontraknya dengan UNWFP selesai pada 2009.
Kontrak di UNWFP berakhir. Heri pun
sempat bingung mencari pekerjaan baru. Dia sempat menjadi buruh bangunan, me-relief
rumah.
Lalu, dia berinisiatif bekerja
mandiri menjadi penarik becak mesin pada 2010. “Setelah kerja bangunan itu,
dibilang sama istri saya untuk mencoba narik becak," ujar Heri.
Bekerja di bidang transportasi tiga
roda ini tentu saja rentan persaingan. Apalagi di Banda Aceh, becak mesin
mencapai ratusan. Mengantongi pendapatan puluhan ribu rupiah per hari, dirasa
Heri tak cukup untuk simpanan dan biaya rumah tangga.
Heri pun mencari solusi. Dia mencoba
menggaet wisatawan mancanegara untuk menggunakan jasa becak mesinnya. Berbekal
penguasaan bahasa Inggris dan lokasi-lokasi wisata di Banda Aceh, jasa Heri
diminati para bule.
Pria kelahiran Sabang ini sering
membawa “kliennya” ke situs wisata, seperti Museum Tsunami, Kapal Apung Punge
Blang Cut, Masjid Raya, Lampuuk, dan Putro Phang.
Turis-turis yang memakai jasa wisata
Heri berasal dari Jerman, Belanda, dan Spanyol. Untuk menambah jaringan, dia
juga kerap memberikan kartu nama dan email kepada turis yang sudah
dikenalnya. “Saya hanya ngomong dari mulut ke mulut saja, saya
cerita-cerita ke mereka, dan hanya itu saja yang saya lakukan," ujarnya.
Selain itu, Heri juga sering
mengunjungi penginapan-penginapan, seperti bungalo Lampuuk dan Lhoknga. Di
sana, dia kembali memberikan email dan kartu nama. “Sehingga kalau ada
turis yang datang dihubungi oleh mereka untuk antarjemputnya,” ujar Heri.
Ia juga sering dihubungi langsung
oleh turis untuk berkeliling ke lokasi wisata di Banda Aceh. “Oleh sebab itu,
saya harus tahu jadwal penerbangan dan kapal sehingga saya tahu kapan mereka nyampe
dan berangkat. Terkadang saya minta informasi dari bandara jadwal pesawatnya,”
ujarnya.
Guna memudahkannya mengantar
wisatawan ke lokasi wisata, Heri membuat jadwal lengkap jam berapa turis harus
diantar ke penginapan dan dibawa jalan-jalan. “Kalau memang waktunya bentrok,
saya tidak bisa. Saya meminta mereka untuk menunggu, ataupun kalau mereka
datang berombongan saya minta bantu sama kawan-kawan lainnya,” ujarnya.
Dia mengaku, sejak menggeluti
profesi baru itu, perekonomiannya mulai membaik. “Cukuplah untuk kebutuhan
sehari-hari. Pekerjaannya santai dan saya enjoy aja,” ujar Heri.
Ia tetap menerapkan prinsip jujur
dan tepat waktu agar jasanya terus digunakan wisatawan. “Kalau tidak bisa, saya
bilang tidak bisa. Hal yang sangat penting yaitu komunikasi dengan mereka,”
ujarnya.
Kepiawaian bertutur bahasa Inggris
dipicu ketertarikan Heri terhadap bahasa itu sejak sekolah menengah atas.
Bahkan, dia dicap sebagai kutu buku karena kerap menenteng kamus bahasa Inggris
setiap bepergian. “Saya juga sering berbicara bahasa Inggris dengan siapa saja,
bahkan dengan orang tua. Saya lantak laju walaupun salah-salah,” ujarnya
sembari tersenyum.
Pria yang menetap di Peukan Bada,
Aceh Besar ini, berkeinginan membuat sebuah agensi travel di Banda Aceh. Namun,
untuk saat ini, Heri hanya bisa melakoni dan mendukung pariwisata Aceh dengan
berbekal becak mesin. Dia hanya berharap, Pemerintah Aceh bisa terus
mempromosikan Aceh ke luar negeri agar turis-turis semakin ramai mengunjungi
Tanah Rencong. “Tentu ini akan menambah pemasukan tukang-tukang becak,"
harapnya.[]
http://atjehpost.com/home
0 komentar:
Posting Komentar